Thursday, August 25, 2011

Cheng Shui Fine Art Exhibition

Cheng Shui exhibition was cooperation between the members of Kelompok SEPI and artists from around Surabaya, East Java. It was held for one week starting from July 15 – 21, 2011 at the Gallery of Surabaya Art Council.

The exhibition was officially opened by Mr. Sabrot D. Malioboro, the director of Surabaya Art Council. Thirty four artists participated in the exhibition. Art performance by Yundhi Pra and poetry reading by Mac Guyoon and Greg initiated the opening ceremony.










Pameran ini adalah hasil kerja bareng Kelompok SEPI dan para perupa dari Surabaya. Pameran dengan tajuk Cheng Shui ini dilaksanakan di gedung Dewan Kesenian Surabaya selama seminggu mulai tanggal 15 – 21 Juli 2011.

Pameran dibuka oleh Kepala Dewan Kesenian Surabaya, Bapak Sabrot D. Malioboro. Pameran diikuti oleh 34 perupa anggota Kelompok Sepi dan juga seniman dari Surabaya. Art performance oleh Yundhi Pra dan pembacaan puisi oleh Mac Guyoon dan Greg memeriahkan pembukaan pameran ini.

Artipak Exhibition






Artipak which consists of two words, English word “art” and Javanese word “tipak” which means trail, track, or mark was the theme of the exhibition. It sounds like artifact in English. Indeed, the exhibition was a response to an artifact, Borobudur which is the biggest Buddhist temple in the world. The artists tried to create an artifact that will contribute to the development of art in Indonesia. The exhibition was held at Limanjawi Art House which is located near Borobudur Temple.

The exhibition was opened by Drs. Susilo also known as Den Bagus Ngarso, a well known comedian, performer, and teacher. Art-performance by artists from Central Java was also part of the opening ceremony. Twenty artists from Jogjakarta and Central Java participating in the exhibition which was opened for public from Februari 19 – 28, 2011.

------------------------

Artipak yang terdiri dari dua kata, kata “art” dari Bahasa Inggris dan kata “tipak” dari bahasa Jawa yang berarti tapak, jejak, atau tanda adalah tema pameran ini. Memang terdengar seperti kata ‘artifact’ dalam bahasa Inggris. Sesungguhnya pameran ini memang merupakan sebuah tanggapan atas sebuah artefak yang berupa candi Budha terbesar di dunia, Borobudur. Para perupa mencoba membuat sebuah karya seni yang akan menjadi artefak perkembangan seni rupa di Indonesia. Pameran ini di selenggarakan di Limanjawi Art House yang terletak di dekat Candi Borobudur.

Pameran ini dibuka oleh Drs.
Susilo yang juga dikenal sebagai Den Baguse Ngarso yang seorang pelawak, dramawan, dan guru. Pembukaan juga dimeriahkan dengan Art-performance dari

para perupa Jawa Tengah. Sekitar 20 perupa dari Jogjakarta dan Jawa Tengah berpartisipasi dalam pameran yang berlangsung dari tanggal 19 – 28 Februari 2011.





Thursday, February 03, 2011

When Artists Meet Writers: Canting vs SEPI


Proses kreatif dan kumpul-kumpul biasanya berhubungan erat. Dalam kumpul-kumpul orang berdiskusi dan muncul ide-ide kreatif. Sore ini (10 Januari 2011, jam 4 – 11) Kompasioner Jogja yang tergabing dalam Canting kumpul-kumpul dengan beberapa perupa Kelompok SEPI di Studio MpatArt di Jl. I Dewa Nyoman Oka no 4A Kotabaru, Jogjakarta.

Setidaknya ada dua persamaan yang saya tangkap dari dua kelompok ini. Yang pertama adalah kreatifitas dan proses kreatif, perupa dan penulis sama-sama dituntut mempunyai kreatifitas yang tinggi untuk menghasilkan karya tulisan ataupun karya senirupa. Akanlah sangat menarik mengobrolkan proses kreatif dalam berkesenian dan dalam menulis. Samakah proses kreatif seorang perupa dan seorang penulis?




Persamaan yang kedua adalah kedua kelompok ini sama-sama mempunyai keprihatinan terhadap sesama yang kurang beruntung. Teman-teman Kompasioner Jogja mempunyai proyek membuat sebuah perpustakaan untuk anak-anak di desa terpencil di bagian selatan Jogja. Sekarang mereka sedang menggalang dukungan untuk membangun Studio Biru dan membuat program Seribu Burung Kertas. Kelompok SEPI juga sering terlibat dengan kegiatan serupa misalnya Trauma Healing untuk anak-anak korban bencana serta berbagai pelatihan yang berhubungan dengan seni rupa bagi masyarakat yang terpinggirkan.

Kelompok SEPI menyerahkan bantuan berupa buku, alat tulis dan gambar untuk kegiatan Canting di Sekolah Mbrosot.

Obrolan berlangsung serius namun penuh canda. Banyak ide-ide yang bermunculun tentang kemungkinan kerjasama antara dua kelompok ini. Semoga akan segera terealisir.











Trauma Healing for Children around Merapi


Kelompok Sepi Kembali melakukan sebuah program trauma healing bagi anak-anak korban bencana. Kegiatan kali ini adalah dengan menggambar bersama dan pembagian alat tulis dan alat gambar bagi anak-anak korban letusan Gunung Merapi di pengungsian-pengungsian Seyegan dan Muntilan. Kegiatan ini diharapkan mampu digunakan sebagai ajang menuangkan segala beban psikologis anak-anak korban bencana Merapi tersebut dalam bentuk gambar. Dengan demikian kesehatan jiwa anak-anak yang tertekan akibat bencana ini terjaga.



Kegiatan ini juga bekerjasama dengan Fakultas Sastra Universitas Sanata Dharma Yogykarta. Para mahasiswa Jurusan Sastra Inggris memberikan hiburan bagi anak-anak di pengungsian-pengungsian tersebut berupa pertunjukan panggung boneka.